SEPUTAR KEGIATAN

Rabu, 28 September 2011

Strategi Gerilya, Jenderal dari Kotanopan


Abdul Haris Nasution

Pengalaman memang menjadi guru terbaik. Ungkapan ini lah yang membuat Jenderal Besar Purnawirawan TNI Abdul Haris Nasution menjadi orang yang diperhitungkan dalam pengalamannya mengatur strategi perang untuk menaklukan musuh melalui perang gerilya.

Meski perjalanan karier kemiliterannya di Indonesia dijalaninya dengan pahit setelah trategis peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965, dan mengakibatkan putrinya Ade Irma Suryani Ade Irma Suryani tewas tertembak dalam peristiwa itu.

Namun, pemikiran putra kelahiran Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918 ini, dalam strategi perang, hingga saat ini, masih dipergunakan para pemimpin-pemimpin militer di sejumlah negara, dengan mengadopsi sebuah karya bukunya mengenai perang gerilya “Strategy of Guerrilla Warfare”.

Bahkan pokok-pokok pikiran perang gerilya yang dituliskannya, kabarnya, menjadi bacaan wajib bagi taruna akademi militer sejumlah negara, termasuk di akademi militer West Point, Amerika Serikat yang membuat negara adidaya itu sempat dipresi pada perang Vietnam.

Buku ini lah pula kabarnya digunakan Ho Chi Minh, sang pempimpin perang Vietnam dalam menghadapi agresi militer AS selama di Vietnam. Salah satu caranya dengan membangun lorong-lorong bawah tanah, yang ahirnya membuat AS harus menarik pasukannya demi menghindari kerusakan yang lebih parah. Sejak kekalahan itu, militer AS menggunakan buku ini dalam dunia pendidikan kemiliteran.

Buku ini diterbitkan Abdul Haris pada tahun 1953 lalu. Ditulis, berdasarkan pengalaman pribadinya, ketika terjun di kemiliteran menghadapi penjajahan di tanah air. Dalam buku ini, suami Johanna Sunarti ini, menulis berbagai pokok-pokok mengenai perang gerilya.

Perang gerilya menurutnya merupakan cara jitu yang bisa dilakukan si kecil atau si lemah untuk melawan si besar atau si kuat. Gerilya digambarkannya, adalah sekelompok pasukan yang muncul-menghilang, mondar mandir dimana mana, sehingga bagi musuh, dia tidak dapat dicari dimanapun, tapi dapat dirasakan menggempur dimana mana.

Lewat perang model gerilya yang berpangkalan dalam rakyat dimana rakyat dapat membantu merawat dan menyembunyikan gerilya, serta menyidik untuk keperluannya, sehingga dapat memaksa musuh tersebar-sebar kemana mana.

“Syarat Pokok perang gerilya ialah rakyat yang membantu harus kuat batinnya, kuat ideologinya, kuat semangat kemerdekaannya, kuat semangat perjuangannya dan tabah menderita kesengsaraan perjuangan,” tulisnya dalam buku tersebut.

Belajar Teori Perang di Akmil

Bakat Abdul Haris Nasution dalam menciptakan strategi perang sudah mulai telihat sejak masuk Akademi Militer Bandung pada tahun 1940 sebagai CORO. Disana dia mulai belajar teori perang Carl von Clausewitz, seorang militer asal Jerman.

Carl von Clausewitz merupakan seorang tentara yang pertama kali memasuki pertempuran sebagai kadet pada usia 13 tahun, yang namanya sampai saat ini masih tenar dalam teori dan strategi perang, yang sejarawan, ilmuwan politik, bisnis pemikir, dan ilmuwan melalui tulisannya “On War”.

Ketika sebagai Panglima Divisi, sebelum agresi militer Belanda ke-1, beberapa perwira di Markas Besar TKR menemukan konsep wehrkreise atau perlawanan teritorial. Namun, strategi linier saat itu membuat TNI shock dan mundur dalam kekacauan ketika terjadi serangan militer Belanda ke-1.

Kondisi itu membuat pasukan-pasukan terpecah belah, berangsur-angsur kembali ke daerah asalnya dan ke pangkalannya masing-masing. Maka terbentuk kantong-kantong gerilya dengan inisiatif komandan daerah masing-masing.

Nasution kemudian menemukan konsep perang gerilya dan kemudian merencanakan perang gerilya yang teratur dan terdisiplin tinggi. Dalam Revolusi Kemerdekaan I (1946-1948), ketika memimpin Divisi Siliwangi, Ia menarik pelajaran kedua. Rakyat mendukung TNI.

Dari sini lahir gagasannya tentang perang gerilya sebagai bentuk perang rakyat. Metode perang ini dengan leluasa dikembangkannya setelah Dia menjadi Panglima Komando Jawa dalam masa Revolusi Kemerdekaan II (948-1949).

Sejak itu namanya dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya melawan kolonialisme Belanda. Gagasan perang gerilyanya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal, Strategy of Guerrilla Warfare, membuat sosoknya tak hanya dikenal sebagai pahlawan oleh bangsa ini. Namun juga sejumlah negara lain.

Wafat Sebagai Pahlawan Jenderal Bintang Lima

Sebagai putra kelahiran Kotanopan, Tapanuli Selatan dari keluarga tani yang taat beribadat, mengikuti karakter ayahnya merupakan seorang anggota pergerakan Sarekat Islam. Sejarah mencatat anak kedua dari tujuh bersaudara ini, telah mengharumkan nama propinsi Sumatera Utara (Sumut), dalam kemiliteran.

Pak Nas panggilan akrabnya yang mendirikan Badan Keamanan Rakyat yang terdiri dari unsur bekas serdadu PETA (Tentara pemuda Bentukan Jepang). Karirnya terus melejit sampai akhirnya pada bulan Maret 1946 beliau diangkat sebagai komandan divisi III Siliwangi oleh Presiden Soekarno.

Kemudian pada bulan Februari 1948 Ia diangkat sebagai wakil panglima besar Soedirman dan di akhir tahun 1949 Nasution di angkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat. Ia juga berjasa besar dalam upaya perebutan Irian Barat dari tangan Belanda melalui pemebtukan Komando Mandala.

Jasa-jasanya itu lah menjadikannya salah satu pahlawan nasional asal Sumut, yang salah satunya menerima anugerah Jenderal Bintang Lima di erah pemerintahaan Soeharto pada 5 Oktober 1997, bertepatan dengan hari ABRI.

Abdul Harris Nasution meninggal karena sakit di di RS Gatot Soebroto Jakarta, pada 6 September 2000 lalu, tutup usia 81 tahun dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar